ASPEK Luwu Timur : Kenaikan UMP Tidak Menjawab Persoalan Perekonomian Buruh

Rustan Abbas, Ketua Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Luwu Timur

Lutim, exposetimur.com|Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,9%. senin 28 November 2022 yang lalu.

Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman mengatakan bahwa UMP Sul-Sel naik dari tahun sebelumnya. Nilai kenaikan itu mencapai Rp 219ribu perbulan. Keputusan kenaikan UMP ini tertuang dalam pergub bernomor 2416/XI/2022. Keputusan tersebut telah ditetapkan dan berlaku sejak 1 januari 2023.

Naik Rp 219ribu dari Rp. 3,1 juta menjadi Rp. 3. 385.145, kata gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman di rumah jabatannya. Senin 28 Nopember 2022 yang lalu.

Sementara itu Pemerintah RI melalui kementerian tenaga kerja telah memberlakukan peraturan menteri tenaga kerja nomor 18 tahun 2022 untuk menetapkan upah minimum tahun 2023. Pada permenaker ini, kemungkinan kenaikan Upah Minimum bisa mencapai 10%

Formula kenaikan Upah Minimum diperoleh dari perkalian antara penyesuaian nilai upah minimum dengan upah minimum tahun berjalan. Dan hasilnya kemudian kembali dijumlahkan dengan upah minimum tahun berjalan. Dimana inflasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi faktor penyesuaian nilai upah minimum.

” Kenaikan Upah Minimum 2023 ini tidaklah menjawab persoalan ekonomi dari buruh/pekerja”Kata Rustan Abbas,Ketua Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Luwu Timur, Selasa (29/11/2022).

Lebih lanjut dikatakan bahwa, salah satu penyebab dari turunnya daya beli Buruh adalah kenaikan harga BBM subsidi yang mencapai 30%. Hal ini mengakibatkan harga kebutuhan pokok ikut naik karena dipengaruhi biaya transportasi yang naik imbas kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM ini pula mempengaruhi kenaikan biaya operasional pengusaha/perusahaan sehingga pengusaha/perusahaan ikut menaikkan harga hasil produksi atau mengurangi kualitas hasil produksi. Bisa dikalkulasi secara sederhana jika kenaikan Upah Minimum maksimum 10% sementara harga barang dan kebutuhan lainnya ikut naik dengan kisaran diatas 10% akibat kenaikan harga BBM 30%. Berarti tidak ada keseimbangan.

Baca Juga :   Sukseskan MTQ V Korpri Nasional, Wagub Sultra Gelar Rapat Persiapan Pendampingan Panitia Pusat

Hal kedua menurut Rustan Abbas, kenaikan Upah Minimum akan memacu kenaikan inflasi karena beban pengusaha/perusahaan dalam ASPEK “employee cost” ikut naik. Olehnya itu pengusaha/perusahaan cenderung menaikkan harga hasil produksi untuk menyeimbangkan kenaikan biaya Buruh. Ditambah lagi kenaikan Upah Minimum mempengaruhi kenaikan biaya lainnya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha/perusahaan misalnya iuran BPJS ketenagakerjaan, pajak penghasilan (Pph) bagi perusahaan yg menanggung Pph karyawannya, iuran BPJS kesehatan pekerja serta tunjangan lainnya yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pemerintah semestinya tidak berpikir dalam satu perspektif saja dalam meningkatkan kesejahteraan Buruh. Bukan semata-mata dengan menaikkan upah minimum, namun dapat dengan mengurangi aspek pengeluaran Buruh tanpa menambah beban “employee cost” karyawan. Misalnya pemerintah menanggung iuran Buruh akibat program jaminan pensiun, bpjs ketenagakerjaan, BPJS kesehatan, menaikkan nilai pendapatan tidak kena pajak yang jika dikalkulasi kesemuanya bisa mencapai lebih dari 10% dari upah minimum buruh/pekerja.

” Ini solusi alternatif dan tidak ikut menaikkan inflasi atau menaikkan beban pokok pengusaha/perusahaan akibat kenaikan “employee cost”. Dan kebijakan itu lebih terasa pada pekerja/Buruh dibanding pemerintah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT)” kata Rustan Abbas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *