Lutim, – Sekretaris Daerah Kabupaten Luwu Timur, H. Bahri Suli, menghadiri Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat Provinsi Sulawesi Selatan yang berlangsung di Aula Sasana Praja, Kantor Bupati, Kamis (28/08/2025).
Kegiatan ini diikuti oleh Mincara Malili, H. A. Hatta Marakarma Opu To Mallarangeng, perwakilan Kanwil BPN Sulsel, Kemendagri, World Bank, Kepala Kantor Pertanahan Luwu Timur, Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi Kementerian ATR/BPN, para camat, tokoh adat, tokoh masyarakat, serta peserta lainnya.
Dalam sambutannya, Sekda Bahri Suli menekankan bahwa Tanah Ulayat merupakan identitas dan warisan adat yang bernilai tinggi bagi masyarakat. “Tanah ini tidak hanya memiliki aspek ekonomi, tetapi juga mengandung nilai sosial, budaya, dan spiritual yang diwariskan lintas generasi. Karena itu, pengaturan Tanah Ulayat harus dilakukan secara hati-hati, transparan, serta tetap menghargai hak masyarakat adat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, hasil inventarisasi Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 2024 mencatat ada sembilan masyarakat hukum adat (MHA) di Luwu Timur, di antaranya MHA Tambe’e, To Cerekang, Rahampu’ule, To Turea, To Konde, Pamona, Kemokolean Nuha, Rahampu’u Matano, dan MHA Padoe.
“Melalui sosialisasi ini, kita ingin menghadirkan pemahaman bersama bahwa pengadministrasian Tanah Ulayat bukan untuk menghilangkan hak adat, tetapi memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat adat,” jelasnya.
Sekda juga menegaskan, Tanah Ulayat tidak hanya menjadi simbol identitas, tetapi harus dikelola sebagai sumber kesejahteraan, keberlanjutan, dan persaudaraan. Ia pun berpesan kepada tokoh adat agar aktif dalam proses administrasi ini, sekaligus memanfaatkan kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan narasumber dari kementerian, BPN, maupun akademisi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Survei dan Pemetaan BPN Sulsel, Lompo Halkam, menyampaikan bahwa luas wilayah administrasi di Sulsel mencapai 4,8 juta hektar. Dari total 6,3 juta bidang tanah, baru 48,77% yang bersertifikat, sementara sisanya 51,23% belum, terutama yang berkaitan dengan wilayah hukum adat.
“Perbedaan persepsi antara masyarakat hukum adat dan pihak pertanahan selama ini menjadi kendala. Harapannya, melalui kegiatan ini bisa lahir kesamaan pandangan sehingga proses pendaftaran dapat berjalan,” katanya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi, Ir. Deni Santo, menegaskan perhatian Presiden Prabowo terhadap pengelolaan tanah yang berkeadilan dan berkelanjutan. Ia menegaskan, pendaftaran Tanah Ulayat adalah hak, bukan kewajiban, dan tidak dimaksudkan untuk mengubah status kepemilikan menjadi milik negara.
Sosialisasi ini juga menghadirkan empat narasumber, yaitu Kepala Pusat Penelitian Agraria-LPPM Unhas, Kahar Lahae; Penata Pertanahan Muda Direktorat Pengaturan Tanah Pemerintah, Adi Putra Fauzi; Analis SDM Aparatur Ahli Madya Ditjen Bina Pemdes, Rudi Ardiansyah; serta Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Esti Purwaningsih.
Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan mampu memperkuat sinergi antara pemerintah, tokoh adat, dan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan Tanah Ulayat sebagai identitas dan sumber kesejahteraan.
(asn/ikp-humas/kominfo-sp)