LUWU TIMUR, exposetimur.com – Dunia pendidikan di Luwu Timur kembali dihadapkan pada persoalan serius. Seorang siswa kelas 7 SMP Negeri 1 Malili, berinisial HI (13), menjadi korban perundungan oleh teman sebayanya. Insiden ini terjadi pada Kamis, 5 Juni 2025, dan menyebabkan korban mengalami luka serius hingga harus dirawat intensif di RSUD Ilaga Ligo Wotu.
Sebelum dirujuk ke rumah sakit, korban sempat ditangani di UPTD PKM Malili. Setelah hampir sepekan mendapatkan perawatan medis, HI dipulangkan dan kini menjalani rawat jalan di rumah.
Kasus ini mendapat perhatian luas setelah viral di media sosial dan diliput oleh sejumlah media lokal. Masyarakat pun mempertanyakan komitmen dan keseriusan pihak sekolah dalam menangani kekerasan di lingkungan pendidikan.
Tanggapan Pihak Sekolah Dinilai Lemah
Pada Selasa (10/06/2025), UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) bersama awak media mendatangi SMPN 1 Malili untuk mengonfirmasi penanganan awal terhadap kasus tersebut. Klarifikasi dilakukan kepada pihak sekolah, termasuk kepala sekolah, guru BK, dan wali kelas.
Namun, respons pihak sekolah menuai kritik. Pelaku hanya dikenakan sanksi berupa konseling dan surat peringatan terakhir (SP). Sanksi tersebut dinilai terlalu ringan oleh sejumlah orang tua siswa.
“Kalau hanya diberi SP, anak-anak bisa berpikir tidak ada konsekuensi serius. Ini tidak memberikan efek jera,” ujar seorang wali murid di gerbang sekolah.
Kontroversi makin meruncing setelah salah satu guru BK menyatakan bahwa tindakan pelaku juga “dipicu oleh korban”. Komentar ini menuai kecaman karena dianggap menyudutkan korban dan tidak mencerminkan empati dari pendidik.
Sekolah Tunggu Arahan, Publik Desak Aksi Nyata
Kepala Sekolah SMPN 1 Malili, H. Sahabuddin, menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari UPTD PPA dan hasil penyelidikan aparat penegak hukum (APH) sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
Namun, sikap ini dinilai lamban dan tidak mencerminkan peran sekolah sebagai institusi pendidikan yang wajib melindungi seluruh peserta didik.
“Sekolah harusnya punya mekanisme internal untuk menyikapi pelanggaran berat seperti ini, bukan hanya menunggu pihak luar,” kritik salah satu aktivis pendidikan Luwu Timur.
Desakan untuk Evaluasi dan Pembenahan
Kasus ini menjadi momentum penting untuk mengevaluasi sistem tata tertib dan perlindungan anak di lingkungan sekolah. Pakar pendidikan menyarankan agar pembinaan karakter dan pengawasan terhadap perilaku siswa diperkuat secara sistemik.
Masyarakat pun berharap agar kejadian ini tidak berhenti pada sekadar klarifikasi, tetapi ditindaklanjuti secara tegas dan adil demi menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bermartabat.
Publik kini menunggu langkah konkret dari sekolah, Dinas Pendidikan Luwu Timur, dan aparat penegak hukum terhadap kasus ini. (NH exp).