AstabratA Institute: Warisan Utang Jokowi, Beban Berat bagi Bangsa

(Dok kn*)

Jakarta, 7 September 2024 – Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang segera berakhir meninggalkan warisan utang yang sangat besar, yang menjadi beban berat bagi masa depan Indonesia. Diperkirakan, utang negara akan mencapai Rp 9.000 triliun pada akhir masa jabatan Jokowi, jauh lebih tinggi dibandingkan utang yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya pada tahun 2014, yaitu sebesar Rp 2.500 triliun.

Diskusi kritis yang diinisiasi oleh AstabratA Institute pada Jumat, 6 September 2024, menjadi wadah bagi aktivis lintas generasi dan perwakilan mahasiswa dari berbagai BEM se-Jawa untuk membahas krisis utang yang terus memburuk di Indonesia. Dengan tema “Warisan Utang Pemerintah Jokowi”, diskusi ini memaparkan data dan fakta yang menyadarkan bahwa bangsa ini berada di ambang krisis ekonomi besar, dan perubahan mendasar harus diperjuangkan.

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) per 31 Desember 2023, total kewajiban pemerintah mencapai Rp 9.536,68 triliun, meningkat dari Rp 8.920,56 triliun di tahun sebelumnya. Selain itu, jika ditambahkan kewajiban terkait BUMN dan program pensiun, utang negara diperkirakan akan menembus Rp 22.000 triliun pada 2024. Lonjakan utang ini membawa bangsa dalam situasi genting, jauh dari kesejahteraan yang dijanjikan.

Suara Aktivis Senior: Alarm Bahaya Dinyalakan

Pidato pembukaan disampaikan oleh Bob Randilawe, mantan Ketua ProDem, yang menyuarakan kekhawatiran mendalam atas kebijakan utang “ugal-ugalan” di era Jokowi. Bob, dengan semangat perjuangan yang masih menyala, kembali memantik api perubahan di antara peserta, khususnya mahasiswa yang penuh semangat untuk menggugat kebijakan ekonomi yang dinilai membebani rakyat.

Dipandu oleh Indro Tjahyono sebagai moderator, diskusi berjalan lancar namun penuh energi. Para mahasiswa dan aktivis tidak segan-segan menyuarakan kegelisahan mereka terhadap arah kebijakan pemerintah, yang dianggap semakin tidak berpihak kepada rakyat. Diskusi yang awalnya formal pun berkembang menjadi dialog interaktif yang penuh dengan teriakan heroik, menciptakan atmosfer yang menggugah semangat.

Fakta Utang yang Mengguncang

Salah satu pembicara utama, Dr. Awalil Rizki, memaparkan data mengejutkan terkait utang pemerintah. Menurutnya, utang di era Jokowi tidak produktif. “Utang ini tidak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi hanya untuk membayar bunga utang, dan ada dugaan kuat terjadi praktik korupsi,” ujarnya. Grafik yang ditampilkan Awalil memperlihatkan peningkatan tajam utang setiap tahun, sementara pertumbuhan ekonomi stagnan. Pernyataannya disambut sorakan dari peserta, dengan teriakan “Lawan!” yang menggema di ruang diskusi.

Prof. Anthony Budiawan turut memperkuat argumen bahwa pengelolaan keuangan negara di era Jokowi berada dalam situasi yang mengkhawatirkan. Dengan gaya bicara yang lugas namun mendalam, Anthony menyoroti bagaimana utang terus bertambah, sementara dampak positif terhadap perekonomian hampir tidak terasa. “Ini bukan sekadar utang, ini lonceng kematian bagi ekonomi kita jika terus dibiarkan,” ungkap Anthony, yang langsung disambut tepuk tangan riuh dari peserta yang tak bisa lagi menahan kegusaran.

Baca Juga :   KNPI Koltim Serukan Rekonsiliasi Kerakyatan

Implikasi Politik dan Ekonomi yang Suram

Selain aspek ekonomi, Dr. Ubaidillah Badrun juga mengupas manuver politik Jokowi di akhir masa jabatannya, yang dinilainya penuh kontradiksi antara janji dan realita. Ubed menyoroti laporannya ke KPK terkait dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam lingkaran keluarga Jokowi yang belum mendapat penanganan serius. “Bagaimana kita bisa bicara soal pemberantasan KKN jika aktor utamanya tak tersentuh hukum?” ujar Ubed, membakar semangat peserta yang serentak meneriakkan “Tangkap!” dengan penuh antusiasme.

Diskusi ini tidak hanya menjadi forum intelektual, tetapi juga tempat bagi suara keadilan untuk ditegakkan. Fakta-fakta mengenai kebijakan utang pemerintah, kewajiban BUMN, serta beban dana publik seperti BPJS, Taspen, dan Dana Haji yang mencapai Rp 4.500 triliun semakin memperjelas bahwa arah kebijakan ekonomi Jokowi membawa bangsa ini ke tepi jurang.

Seruan untuk Perubahan

Diskusi ditutup dengan semangat yang membara. Para peserta, yang terdiri dari perwakilan BEM se-Jawa, aktivis lintas generasi, serta mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri, menyanyikan lagu kebangsaan “Padamu Negeri”. Lagu tersebut menggema di ruangan, menyentuh setiap hati yang hadir, mengingatkan mereka akan tanggung jawab besar untuk terus memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dengan segala data dan analisis yang dipaparkan, pertemuan ini tidak hanya membuka mata, tetapi juga membakar semangat revolusi dalam diri setiap peserta. Indonesia sedang tidak baik-baik saja, dan perubahan besar perlu segera diperjuangkan.

Tentang AstabratA Institute

AstabratA Institute merupakan inisiatif dari para aktivis lintas generasi, seperti Indro Tjahyono, Ariadi Achmad, Eddi Junaedi, Bob Randilawe, Lukas Luwarso, Rahadi TW, Asrianty Purwantini (Dodo), Agusto Sulistio, dan InAm Mustafa, yang berkomitmen mendorong diskusi kritis terhadap isu-isu penting bangsa.

Reportase oleh: Agusto Sulistio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *