Dari Tanah yang Hilang ke Pondok Bambu: Perjalanan Pahit Urbanus Yoakim

Foto: Urbanus Yoakim, Bertahan Hidup di Pondok Bambu Kampung Rewung

MANGGARAI TIMUR, exposetimur.com – Urbanus Yoakim, pria asal Kampung Rewung, Desa Tango Molas, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, menyimpan kisah hidup yang penuh perjuangan. Kini, ia tinggal seorang diri di sebuah pondok bambu sederhana di kampung halamannya. Di usia senjanya, Urbanus berjuang melawan keterbatasan hidup dan berharap uluran tangan untuk masa depan yang lebih baik.

Perjalanan Hidup: Pindah dan Kembali ke Kampung Halaman

Pada tahun 2014, Urbanus memutuskan untuk meninggalkan Kampung Rewung demi membangun kehidupan baru bersama istrinya di Desa Bangka Arus. Demi memulai babak baru, ia menjual seluruh tanah yang dimilikinya di Kampung Rewung. Keputusan ini diambil dengan harapan dapat memberikan kehidupan yang lebih baik untuk keluarganya, termasuk enam orang anaknya.

Urbanus bahkan sempat merantau ke Kalimantan untuk bekerja. Hasil jerih payahnya dikirimkan kepada istri demi memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan anak-anak. Namun, kenyataan tak seindah harapan. Pada 2019, rumah tangga Urbanus berakhir. Ia pun kembali ke Kampung Rewung, tempat ia dilahirkan.

“Tanpa tanah dan rumah, saya hanya bisa membangun pondok bambu di tanah milik keponakan saya, Tobi, anak dari kakak kandung saya,” ujar Urbanus saat diwawancara oleh media Exposetimur.com pada Kamis, 28 November 2024.

Hidup dalam Serba Keterbatasan

Tinggal di pondok bambu tanpa fasilitas dasar, seperti listrik, Urbanus menjalani hidup dalam keterbatasan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia bergantung pada pekerjaan serabutan.

“Kalau ada yang mengajak saya kerja harian, baru saya bisa makan. Kalau tidak, ya saya harus menahan lapar,” ucapnya dengan nada lirih.

Hidup dalam gelap tanpa listrik, ia hanya bergantung pada lilin atau lampu minyak di malam hari. Urbanus juga tidak memiliki kartu keluarga (KK) yang sesuai dengan domisilinya sekarang. Ia masih terdaftar di Desa Bangka Arus, membuatnya kesulitan mengakses bantuan sosial dari pemerintah.

Pengorbanan yang Tak Sia-sia untuk Anak-anaknya

Urbanus mengisahkan perjuangannya saat merantau ke Kalimantan. Ia bekerja keras demi keluarganya. Namun, hubungan jarak jauh membuatnya harus menerima kenyataan pahit: perpisahan dengan istri dan harus hidup sendirian.

“Meski sekarang saya sendiri, saya tetap berharap anak-anak saya bisa meraih kehidupan yang lebih baik. Apa yang saya lakukan dulu untuk mereka, tidak pernah saya sesali,” katanya dengan penuh haru.

Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Di tengah keterbatasan hidupnya, Urbanus tetap menyimpan harapan. Ia bermimpi memiliki tempat tinggal yang layak dengan akses listrik agar bisa menjalani hidup dengan lebih baik.

“Saya hanya ingin hidup yang lebih baik. Kalau ada bantuan untuk rumah dan listrik, itu sudah sangat membantu saya,” ungkapnya penuh harap.

Selain itu, ia juga berharap pemerintah dan para donatur dapat membantu memperbaiki dokumen kependudukannya. Tanpa KK dan KTP yang sesuai dengan tempat tinggalnya saat ini, ia sulit mengakses bantuan yang seharusnya ia dapatkan.

Ajakan untuk Peduli

Kisah Urbanus Yoakim adalah potret perjuangan hidup yang menggugah hati. Hidup sendiri di pondok bambu tanpa fasilitas dasar, ia tetap bertahan dengan harapan akan kehidupan yang lebih baik.

Semoga kisah ini mengetuk hati pemerintah, para donatur, dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian dan bantuan kepada Urbanus. Rumah sederhana, akses listrik, dan dokumen administratif adalah langkah kecil yang bisa membuka jalan bagi Urbanus untuk menjalani kehidupan yang lebih bermartabat.

Penulis: Eventus
Editor: Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *