EXPOSETIMUR.COM _ Aku anak Desa, buktinya Ayah dan Ibuku adalah petani tulen yang tinggal di Desan yang berlokasi di sebuah titik di bagian tengah pulau Sulawesi. Setiap hari mereka sibuk bekerja mencangkul di sawah dan bercocok tanam di ladang. Di sawah mereka menanam padi, di ladang mereka menanam singkong. Hasil tanaman singkong digunakan untuk membuat kerupuk singkong, yang menjadi PR ibuku sehabis istirahat sore dari bekerja di sawah atau di ladang pada siang hari. Setiap hari pekan, ayahku membawa beberapa karung yang berisi kerupuk singkong untuk dijual di pasar.
Dua puluh tahun silam setelah menikah, mereka memutuskan pulang kampung dan mencari penghidupan di Desa asal Ibuku. Sudah beberapa tahun mereka bekerja di ibukota provinsi tetangga sebagai buruh pabrik, tetapi penghasilan mereka hanya cukup untuk biaya hidup secara sangat sederhana. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin tetap berstatus buruh pabrik saat anak-anak mereka lahir.
Di desa, mereka memulai usaha dengan bertani kecil-kecilan, sebagai petani penggarap karena tidak punya sawah. Dimulai dengan menggarap sepetak sawah milik nenekku. Tahun berikutnya ia sudah menggarap 10 petak sawah milik orang kampung yang merantau entah ke kota mana. Lalu dengan uang yang berhasil ditabung, ayahku membeli sebuah traktor agar ia bisa menggarap sawah lebih banyak lagi. Hebatnya, pada tahun-tahun berikutnya ayah dan ibuku mampu membeli lagi traktor, dan semuanya dibeli secara tunai. Sekarang mereka memiliki 1 buah traktor.
Saya tidak Pernah malu untuk menjadi anak Desa, karena saya memang berasal dari Desa, lantas apa yang harus membuat saya malu dan gengsi.
Masyarakat pedesaan merupakan sekelompok orang yang tinggal di Desa, gaya hidup masyarakat pedesaan sangat sederhana, orang-orang pedesaan umumnya solid, rukun, kompak dan kekeluargaan sangat di nomor satukan. Adat Istiadat masih di junjung tinggi dalam kehidupan. Sebagian besar orang-orang di Desa hidup bergantung dari hasil bumi. Masyarakat pedesaan biasanya memiliki sifat yang ramah, sopan dan peduli terhadap lingkungan. Hanya saja, saya merasa tidak adil dengan keadaan di Desa karena lapangan pekerjaan di Desa sangat minim dan jarangnya di buka lapangan pekerjaan baru. Sementra di ibu kota, kita harus membayar mahal untuk tempat tinggal dan ruang aktivitas yang tenang. Di Desa, jiwa dan pikiran yang damai adalah hal yang begitu mudah didapatkan. Ibu Kota memang menawarkan banyak kemudahan dan materi, namun untuk mendapatkan itu banyak juga kemewahan yang harus kita “tendang” ke luar.
“Bangga dengan sebutan Udik ataupun Primitif”
Seperti orang Desa pada umumnya, mereka sangat bertele-tele, tidak praktis dan mengusahakan semuanya dengan berlelah-lelah dan penuh perjuangan.
Seperti pada saat mereka akan pergi jauh, bak mobil yang telah disulap menjadi rumah berjalan, ini dijadikan sebagai penampung segala macam barang. Mulai dari bahan makanan, tikar, kasur, pakaian, termos, dan periuk nasi.
Bagai orang-orang kota, tingkah orang desa yang bertele-tele, dinilai sangat Udik, Primitif, dan sebutan yang merendahkan lainnya. Tak seperti orang-orang Kota yang serba praktis, simpel, dan segala sesuatu bisa diringkas menjadi satu macam penyelesaian saja, Uang, Uanglah yang akan berputar dan memenuhi apapun keinginannya. Uang seperti Jin Aladin yang akan melakukan apapun perintah dari tuannya.
Jauh dibalik semua yang diusahakan orang-orang desa yang berlelah-lelah, adalah upaya untuk meraih sesuatu dengan perjuangan. Hidup sangat keras, dan kita dipaksa tidak boleh berpangku tangan. Ini justru mendidik kita untuk lebih rajin dan berada dalam usaha terus-menerus. Tidak seperti kehidupan orang kota yang serba manja, serba ada, tak ada usaha keras untuk mencapainya, membuat mereka jadi malas, otot-otot mereka hanya mlungkret karena tak pernah dipakai untuk bekerja. Aliran darah mereka tak pernah terengah-engah, keringat mereka tak pernah menetes dari pori-pori kulit sehingga menjadi pusat timbunan penyakit. Maka, seharusnya kita bangga dengan sebutan Udik ataupun Primitif karena disana ada hikmah yang sangat besar, melatih kita untuk kerja keras, setelah itu tubuh kita menjadi sehat dan kuat
“SAYA BANGGA LAHIR DI PEDESAAN”
Penulis: Nurhiyadatunnisa (Siswi SMAN 9 Sinjai)