MATIM, exposetimur.com – Kasus dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan Dana Desa (DD) Golo Nimbung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), mulai menjadi perhatian publik. Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Matim memastikan akan melanjutkan penyelidikan terkait kasus ini.
Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto, S.ST., M.Mar.E., M.M., M.Tr.Opsla, mengungkapkan bahwa langkah awal telah dilakukan untuk mengkaji potensi penyimpangan dalam penggunaan dana desa tersebut. “Kami telah memulai investigasi untuk menilai apakah ada penyalahgunaan dalam pengelolaan Dana Desa di Golo Nimbung,” ujarnya.
Senada dengan itu, Viktor Malur, Inspektor Pembantu Wilayah V Manggarai Timur, juga mengonfirmasi pihaknya telah melakukan peninjauan langsung ke Desa Golo Nimbung. “Kami sudah turun langsung ke sana. Saat ini, prosesnya sedang ditangani oleh Tipikor Polres Matim. Kita hormati proses yang berjalan sesuai dengan MoU antara Kepolisian, Kejaksaan, dan Kementerian Dalam Negeri. Kami tinggal menunggu hasil dari mereka,” ungkap Viktor, Senin, 9 September 2024.
Hasil investigasi sementara menunjukkan adanya indikasi kerugian negara yang mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Sejumlah proyek pembangunan fisik di desa tersebut ditemukan dalam kondisi terbengkalai dan tidak sesuai dengan spesifikasi.
Salah seorang warga yang mendatangi Polres Matim mengungkapkan kekhawatirannya atas dugaan KKN tersebut. “Kami percaya bahwa Tipikor Polres Matim dan Inspektorat sudah memiliki dokumen APBDes dan SPJ Desa Golo Nimbung. Masyarakat sendiri kesulitan mengakses dokumen tersebut, sehingga kami berharap pihak berwenang dapat mengusut kasus ini secara transparan,” tuturnya.
Selain dugaan korupsi, praktek kolusi dan nepotisme juga menjadi sorotan, di mana kepala desa, Fransiskus Salesman, diketahui mempekerjakan anak kandungnya sendiri sebagai pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Padahal, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa secara tegas melarang kepala desa mengangkat anggota keluarga dalam jabatan perangkat desa untuk mencegah nepotisme dan menjaga integritas pengelolaan keuangan desa.
Selain itu, pelanggaran lain yang dilakukan Fransiskus adalah terkait Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, di mana jabatan bendahara desa seharusnya tidak merangkap sebagai pengurus BUMDes. Namun, Herman Joy Haki, yang merupakan bendahara desa Golo Nimbung, diduga menjabat pula sebagai ketua BUMDes, sementara posisi bendahara BUMDes dipegang oleh Mikael H Membok, anak dari Fransiskus Salesman.
Menurut keterangan Sekretaris BUMDes, total penyertaan dana awal BUMDes sebesar Rp 91 juta, dengan Rp 42 juta digunakan untuk pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan operasi awal. Namun, BUMDes Golo Nimbung ini dinilai tidak menunjukkan perkembangan signifikan, dan dugaan penghamburan uang negara sebesar Rp 50 juta mencuat tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Masyarakat mendesak Polres Matim untuk mengusut kasus ini secara tuntas tanpa intervensi dari pihak manapun, mengingat Fransiskus Salesman baru saja dilantik sebagai anggota DPRD Kabupaten Manggarai Timur pada 2 September 2024. “Kami berharap penyelidikan berjalan profesional, karena ini akan menjadi ujian bagi kredibilitas penegakan hukum di daerah ini,” ujar salah seorang warga.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan penyalahgunaan Dana Desa di berbagai daerah, dan menjadi tantangan besar bagi penegakan hukum serta tata kelola desa yang bersih dan transparan. (ev.s exp)