MAJENE, exposetimur.com – Polemik terkait dugaan mobilisasi kepala desa dan lurah dalam rangka mendukung salah satu pasangan calon (paslon) bupati pada Pilkada Majene 2024 mencuat setelah insiden yang melibatkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Majene, Hj. Hasnawati, S.Sos.
Salah seorang jurnalis yang bertugas di wilayah Majene mengungkapkan kekecewaannya setelah gagal menemui Hasnawati saat berupaya mengonfirmasi kegiatan dinas yang melibatkan seluruh kepala desa dan lurah se-Kabupaten Majene. Kegiatan tersebut diduga juga akan dihadiri oleh salah satu paslon bupati yang akan bertarung dalam Pilkada Majene 2024.
Wartawan yang datang langsung ke kantor DPPKB untuk meminta keterangan terkait kegiatan tersebut mengalami hambatan ketika salah satu staf dinas menolak memberikan akses dan meminta wartawan itu untuk menunggu. Sang staf mengarahkan agar jurnalis tersebut menginformasikan maksud dan tujuannya, serta menyebutkan bahwa kepala dinas sedang melaksanakan ibadah. Namun, tidak ada kepastian mengenai waktu kapan konfirmasi bisa dilakukan. “Sangat disayangkan, saya hanya ingin mengonfirmasi soal kegiatan itu, tapi dihadapkan dengan penolakan. Bahkan stafnya menyarankan untuk pulang dan menunggu sampai kegiatan selesai,” ujar sang jurnalis.
Staf tersebut juga menyatakan bahwa kegiatan yang dipertanyakan belum berlangsung sehingga, menurutnya, belum perlu dikonfirmasi. “Tidak usah dibesar-besarkan, karena kegiatan ini belum dilaksanakan. Setelah acara selesai, baru bisa dikonfirmasi,” ucapnya.
Kegiatan yang dimaksud adalah kajibanding (studi banding) yang rencananya akan digelar pada 10 Oktober 2024 di Kabupaten Buleleng, Bali. Kegiatan tersebut akan melibatkan OPD terkait, camat, serta lurah dan kepala desa se-Kabupaten Majene. Namun, yang menjadi sorotan adalah dugaan keterlibatan salah satu paslon bupati dalam kegiatan resmi ini.
Sikap pihak dinas yang enggan memberikan akses informasi dinilai sebagai bentuk penghambatan terhadap tugas jurnalistik, yang seharusnya berjalan seiring dengan prinsip keterbukaan informasi publik. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap warga negara berhak mendapatkan informasi, terutama yang berkaitan dengan kegiatan yang menggunakan anggaran negara, dan pasal 18 undangan undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
Sikap pejabat publik yang tidak terbuka dan sulit ditemui dinilai mencederai etika pelayanan publik, terlebih lagi dalam situasi sensitif menjelang pemilihan kepala daerah. Dugaan bahwa kegiatan kajibanding ini dimanfaatkan sebagai bentuk mobilisasi untuk kepentingan politik salah satu paslon semakin mengundang perhatian publik.
Dalam konteks Pilkada, netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat publik menjadi sangat krusial. Keterlibatan kepala desa dan lurah dalam kegiatan yang berpotensi mendukung salah satu paslon akan menciptakan ketidakadilan dan mengancam integritas proses demokrasi di Majene.
Masyarakat dan pengamat berharap agar pihak berwenang, termasuk Bawaslu, segera menindaklanjuti dugaan ini untuk menjaga kualitas demokrasi yang bersih dan transparan. (sn/red).