Manggarai Timur, exposetimur.com – Kasus dugaan korupsi dana desa di Desa Gunung Baru, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur yang melibatkan mantan kepala desa, Agustinus Tinda, masih menjadi sorotan publik. Setelah Agustinus meninggal dunia pada tahun 2023, banyak warga yang mempertanyakan kelanjutan penanganan kasus ini, yang dinilai belum tuntas dan tidak transparan.
Erasmus Eman, mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang pertama kali melaporkan kasus tersebut pada 2019, mengungkapkan bahwa dugaan penyimpangan dana desa terjadi pada tahun anggaran 2017 hingga 2020. Beberapa proyek desa, termasuk pembangunan balai desa dan proyek penyediaan air bersih, tidak terselesaikan meskipun anggaran telah dicairkan. Menurut audit yang dilakukan oleh Inspektorat, negara mengalami kerugian sebesar Rp483 juta akibat dugaan penyelewengan ini. “Ini harus ditindaklanjuti secara tegas. Jangan hanya karena kepala desa sudah meninggal, lantas kasusnya berhenti begitu saja,” ujar Erasmus dalam wawancaranya dengan Exposetimur.com pada Minggu (22/09/2024).
Erasmus juga mencurigai keterlibatan sejumlah aparat desa lainnya, seperti bendahara, sekretaris desa, dan beberapa perangkat desa, yang diduga turut berperan dalam kasus tersebut. Meskipun Agustinus telah dinyatakan sebagai tersangka sebelum kematiannya, hingga kini penyidik Polres Manggarai Timur belum memberikan kepastian apakah ada tersangka lain yang terlibat.
Kapolres Manggarai Timur melalui juru bicaranya mengungkapkan bahwa berkas perkara tahap satu telah diserahkan ke Kejaksaan untuk ditelaah lebih lanjut. Namun, penyelidikan terhadap kemungkinan keterlibatan pihak lain masih berlangsung. Warga dan pelapor berharap agar proses hukum terhadap aparat desa lainnya yang terlibat tetap berlanjut, guna mengungkap fakta-fakta di balik kasus ini dan memastikan keadilan.
Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto, menegaskan bahwa pihaknya sudah menindaklanjuti kasus tersebut. Namun, saat ini masih dalam tahap penyelidikan dan belum berlanjut ke penyidikan. Untuk informasi lebih lanjut tentang tindakan yang telah diambil, ia menyarankan untuk menemui unit tipikor di Polres.
Erasmus juga mengkritisi lambatnya proses hukum. Ia mempertanyakan mengapa hingga saat ini belum ada Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian, jika memang penyelidikan terhadap mantan kepala desa yang telah meninggal sudah dihentikan. “Kalau memang kasus ini dihentikan, kenapa tidak ada SP3? Ini menunjukkan bahwa masih ada ketidakjelasan, terutama mengenai aparat desa lain yang diduga ikut terlibat,” tegas Erasmus.
Menurut aturan hukum, jika tersangka utama dalam sebuah kasus meninggal dunia sebelum proses peradilan selesai, maka penyidikan terhadap tersangka tersebut otomatis dihentikan. Namun, hal ini tidak serta-merta mengakhiri penyidikan terhadap pihak-pihak lain yang diduga terlibat. Oleh karena itu, penting bagi pihak berwenang untuk menuntaskan penyidikan terhadap semua pihak yang terlibat agar akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa dapat diwujudkan dan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum terjaga.
Penulis: Eventus
Editor: Tim Redaksi