Kasus Pembayaran Tertunda di Manggarai Timur: Advokat Siap Beri Bantuan Hukum Gratis

Foto: Vinsensius Jala, S.H., M.H.

MANGGARAI TIMUR, exposetimur.com _Kasus keterlambatan pembayaran penjualan kayu mahoni yang melibatkan Antonius Jabur, warga Kampung Ntorang, Desa Rengkam, Kecamatan Lamba Leda Timur, dengan Nelis Jerubu dari Kampung Cepung Arus, Desa Bangka Arus, menarik perhatian publik. Kejadian ini juga mendorong Vinsensius Jala, S.H., M.H., seorang advokat terkemuka, untuk turun tangan memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada Anton.

Vinsensius menegaskan bahwa pemberian bantuan hukum ini didasarkan pada kewajiban profesi yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Saya bersedia membantu Om Anton untuk memperjuangkan haknya jika jalur hukum harus ditempuh,” ujar Vinsensius Jala kepada media ini, Sabtu (14/12/2024).

Namun, Vinsensius juga menekankan pentingnya mediasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan permasalahan ini secara damai. “Sebelum menempuh jalur hukum, kita harus memprioritaskan mediasi. Dengan komunikasi yang baik, diharapkan kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan yang adil tanpa perlu konflik berkepanjangan,” tambahnya.

Kronologi Masalah

Masalah bermula ketika Anton menjual 30 pohon kayu mahoni kepada Nelis Jerubu pada tahun 2022. Berdasarkan kesepakatan, pembayaran akan dilakukan segera setelah proses pemotongan dan pengangkutan kayu selesai. Namun, hingga hampir dua tahun berlalu, Anton belum menerima pembayaran yang dijanjikan.

“Saya sudah menunggu sangat lama. Janji terus diberikan, tapi tidak ada realisasi. Terakhir, dia janji akan melunasi pada 30 November 2024, tetapi itu lagi-lagi hanya janji kosong,” ungkap Anton pada Jumat (13/12/2024).

Situasi ini membuat Anton dan keluarganya mengalami tekanan ekonomi yang berat. Mereka sangat bergantung pada hasil penjualan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anak.

Langkah Mediasi dan Potensi Jalur Hukum

Vinsensius menilai bahwa kasus ini menunjukkan pelanggaran atas asas kepercayaan dalam perjanjian. Jika mediasi tidak membuahkan hasil, jalur hukum menjadi opsi yang harus ditempuh untuk menuntut hak Anton.

“Surat perjanjian adalah bukti kuat yang bisa digunakan di pengadilan. Dengan itu, Om Anton memiliki landasan hukum yang jelas untuk menuntut pembayaran sesuai kesepakatan,” jelas Vinsensius.

Ia juga mengimbau agar Nelis Jerubu menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya. “Kepercayaan dalam transaksi bisnis adalah hal utama. Jika itu dilanggar, konsekuensinya bukan hanya hukum, tetapi juga dampak sosial di komunitas.”

Harapan Akan Keadilan

Kasus ini telah menyita perhatian masyarakat sekitar yang memberikan dukungan moral kepada Anton. Para tetangga mengecam tindakan Nelis yang dianggap mengabaikan kewajiban moral dan hukum.

“Saya hanya ingin apa yang menjadi hak saya. Jika tidak ada niat baik, saya tidak punya pilihan lain selain mencari keadilan lewat jalur hukum,” kata Anton.

Vinsensius berharap, melalui mediasi atau jalur hukum, permasalahan ini dapat segera diselesaikan. Ia juga menekankan bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan dalam setiap transaksi.

“Mari kita jadikan kasus ini sebagai pengingat bahwa komitmen dalam perjanjian bukan sekadar janji, tetapi kewajiban yang harus dipenuhi demi menjaga harmoni sosial dan keadilan,” tutup Vinsensius.

 

Penulis: Eventus / Editor: Tim Redaksi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *