Opini  

Sulbar Darurat Kekerasan Seksual

Mutma Vallejo

EXPOSETIMUR.com, OPINI —Kekerasan/pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan dikarenakan system pattriarkis yang masih mendudukkan perempuan sebagai makhluk yang lemah dan lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Perempuan masih ditempatkan pada posisi subordinasi dan marginisasi yang harus dikuasai, dieksploitasi dan diperbudak laki-laki. Pelecehan seksual pada dasarnya merupakan kenyataan yang ada dalam masyarakat bahwa tindak kekerasan pada perempuan banyak dan seringkali terjadi dimana-mana.

Demikian juga dengan kekerasan/pelecehan seksual terlebih pemerkosaan. Kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan yang sangat tidak manusiawi padahal Perempuan berhak untuk memperoleh perlindungan hak asasi manusia.

Dalam skala Indonesia setiap dua jam, terdapat tiga perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual sedangkan perharinya kurang lebih 35 perempuan yang tercatat menjadi korban kekerasan seksual dari data Komnas Perempuan.

Dalam kurung waktu 5 tahun terakhir kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan tertinggi di ranah public/komunitas dan 3 tahun terakhir kekerasan seksual terjadi dirana privat dan domestic.

Kekerasan seksual yang dilaporkan juga meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2016 kasus kekerasan seksual berjumlah 5765 kasus, dimana pelaku adalah orang orang terdekat dengan korban, baik keluarga maupun orang orang disekitar lingkungan korban (Komnas perempuan 2017).

Sulawesi Barat adalah salah satu provinsi di Indoneisa yang korban kekerasan perempuan pada tahun 2016 meningkat. Jenis kasus paling banyak adalah kekerasan fisik. Sesuai data dari Asniati Azis, S.psi Kepala seksi data kekerasan dan anak, bidang perlinduingan hak perempuan kusus anak pada dinas pemberdayaan perempuan dan anak pengendalian penduduk dann keluarga berencana sulbar menunjukkan, bahwa di Polman kekerasan fisik sebanyak 30 kasus.

Beberapa contoh kasus, di Campalagian perempuan muda berinisial B (15 tahun), warga kecamatan Campalagian kabupaten Polewali Mandar, Ibu Muda tersebut menjadi korban pelecehan seksual di rumahnya. Di Kecamatan Kalukku, kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, Pria yang berstatus sebagai guru honorer ditangkap karena melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah muridnya.

Baca Juga :   Peran Vital Jurnalis Dalam Membentuk Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat

Kasus pencabulan terhadap remaja yang masih duduk dibangku kelas 3 SMP yang dilakukan Oleh Ayah dan kaka kandung serta sepupunya sendiri di kelurahan Tawalian, kecamatan Tawalian kabupaten Mamasa provinsi Sulawesi Barat. Dan masih banyak kasus kekerasan seksual lagi yang ada di Provinsi Sulawesi Barat.

Kejadian tindak kekerasan seksual tersebut tidak bias untuk disepelekan karena sangat keji tidak manusiawi dan pelaku harusnya mendapat hukuman yang sangat berat. Begitupun dengan korban yang tentunya wajib mendapatkan penanganan serius.

Sebab dari pengakuan keluarga semua korban kekerasan seksual akan berdampak pada psikologisnya (Depresi) dan tentunya alat repreduksi akan mengalami luka ataupun pendarahan terlebih yang mengalami adalah anak dibawah umur.

Dan ini harusnya menjadi perhatian pemerintah terlebih dinas pemberdayaan Perempuan dan anak Provinsi Sulawesi barat untuk tidak menutup mata dan mengambil sikap tentang tindak kekerasan seksual agar tidak terus memakan korban dan juga mendorong segera mengesahkan RUU P-KS (Rancangan Undang-Undang penghapusan kekerasan seksual) sebagai salah satu solusi dan payung hukum untuk korban.

Demikian pula dalam muatan RUU PKS salah satunya ada hak perlindungan bagi korban kekerasan/pelecehan seksual.

Penulis: Mutma Vallejo Aktivis Perempuan Sulbar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *