Opini  

Peran Guru Dalam Menyukseskan Peserta Didiknya

Nama : Zulpadli Rahim Mahasiswa Universitas Negeri Makassar

OPINI – Motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses belajar siswa. Tidak dapat kita pungkiri, motivasi belajar merupakan faktor kunci dalam mencapai hasil belajar yang berkualitas. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa adalah bagaimana cara guru dalam membimbing dan mengarahkan siswa. Siswa yang tidak mau belajar tidak akan dapat menyelesaikan kegiatan belajarnya. Hal ini dapat diartikan bahwa motivasi belajar siswa salah satunya sangat bergantung pada bagaimana cara guru untuk menarik minat belajar siswa. Apa yang menarik minat siswa yang satu, belum tentu bisa menarik minat siswa yang lainnya kecuali ada sesuatu yang menyentuh kebutuhan mereka.

Untuk memotivasi siswa, tentunya dibutuhkan sikap dan perhatian dari seorang guru. Selain itu, minat dan profesionalisme guru pula sangat berpengaruh terhadap proses memotivasi siswa. Seorang guru dituntut untuk dapat menguasai empat standar kompetensi seorang guru yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut harus dilaksanakan saat proses belajar mengajar berlangsung.

Dalam mengajar, guru diharapkan mampu menguasai aspek-aspek keterampilan dasar dalam mengajar. Aspek-aspek tersebut meliputi: keterampilan bertanya, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, keterampilan menjelaskan, dan keterampilan mengajar kelompok kecil atau perorangan. Berdasarkan kedelapan aspek-aspek dasar keterampilan mengajar tersebut, keterampilan membuka dan menutup pembelajaran merupakan waktu yang tepat untuk memberikan motivasi kepada siswa sebelum ataupun setelah pembelajaran dilaksanakan.

Selain sebagai seorang tenaga pendidik, guru juga sebagai seorang teladan bagi para siswanya. Seorang guru perlu mencari kelemahan peserta didiknya kemudian mempertimbangkan apa yang perlu dikembangkan untuk setiap peserta didiknya karena setiap individu tidak sama dan memiliki kelebihan masing-masing. Jadi, akan kurang tepat apabila seorang tenaga pendidik menilai seorang siswanya hanya dari satu aspek saja.

Namun dalam kasus pendidikan di Indonesia, sistem pendidikannya yang berbasis harus menguasai semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Hal ini mengakibatkan, tidak sedikit peserta didik gagal dalam beberapa mata pelajaran yang pada dasarnya bukan merupakan kelebihan peserta didik dalam bidang tersebut. Ada peserta didik yang memiliki kelebihan dalam bidang seni, namun tidak memiliki keahlian dalam bidang matematika ataupun bidang sains. Ada pula peserta didik yang memiliki keahlian dalam bidang matematika dan seni, namun tidak ahli dalam bidang linguistik atau dalam artian kurang dapat bergaul dengan di sekitarnya.

Baca Juga :   Tantangan Pendidikan di Tengah Covid-19 Dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Jenjang pendidikan sekolah tingkat menengah terbagi dua yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Walaupun terdapat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), namun tetap saja terdapat mata pelajaran wajib yang harus dituntaskan oleh peserta didik sebagai syarat kelulusan. Jika kita bercermin pada masyarakat luas ataupun dalam dunia pekerjaan, mata pelajaran yang telah dipelajari di bangku sekolah tidak semuanya terpakai. Misalnya saat bekerja sebagai seorang karyawan, nilai fisika dan biologi yang dipelajari sama sekali tidak dibutuhkan. Keterampilan yang dibutuhkan hanya keterampilan berbahasa untuk menarik minat konsumen. Begitupun dengan yang bekerja sebagai seorang seniman, yang dibutuhkan hanya imajinasi serta keterampilan dalam berseni seperti bernyanyi, memainkan alat musik, dan lain sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, kita semestinya sebagai seorang calon tenaga pendidik harus bisa memahami permasalahan tiap peserta didik serta mencari tahu kelebihan yang dimilikinya. Karena setiap manusia itu unik, dalam artian tidak ada satupun orang yang benar-benar sama meskipun seorang anak kembar identik. Peserta didik harus bisa menempatkan dirinya dalam berbagai keadaan, karena tiap individu berbeda maka cara menghadapi setiap peserta didik pula berbeda.

 

Oleh : Zulpadli Rahim
Mahasiswa Universitas Negeri Makassar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *