Konawe, exposetimur.com|Tim satgas yang turun mengukur lahan warga desa Tawarotebota di sorot, pasalnya dalam proses kegiatan pengukuran tersebut, tim pengukur mengatakan bahwa yang terpasang pita tidak masuk dalam daftar pengukuran.
Hal ini kemudian semakin memunculkan persepsi bahwa upaya sistematis terus terjadi agar masyarakat kecil pemilik lahan untuk menerima sesuai apa yang di sampaikan tim satgas. Karena bagaimana mungkin pita dan plant dipasang perusahaan ketika tidak masuk titik genangan, padahal menurut data dan informasi, yang terpasang pita dan plan itu menjadi lokasi yang nanti akan masuk titik genangan proyek bendungan Ameroro ini.
” Kalau pita merah di anggap tidak masuk dalam titik genangan, lalu yang benar yang mana, apakah pihak pengukur BWS, atau pihak perusahaan HK. Kalau bukan keduanya yang memasang, mahkluk gaib darimana yang memasang” Pungkas warga.
” Ini hal yang saya khawatirkan terjadi bahwa pengukuran ini di bawah skenario
4 hari kita kehilangan kesempatan diukur, dengan janji pasti diukur semua. Pagi tadi saya push posko agar pengukuran di lahan warga, dilokasi dua team di paksa mengukur di lahan warga Tamesandi, sementara tinggal satu team yang mengukur di lokasi warga Tawarotebota. Beberapa lahan kita tidak bisa diukur dengan alasan 3 hal, 1) sudah di klaim milik orang lain, padahal team selama 4 hari mereka baru masuk di wilayah kami hari ini. 2), team mengukur dibawah pita merah padahal pita merah (info pegawai HK adalah batas elevansi air ), itu menunjukkan bahwa dampak sosial hanya sebatas itu.
3), team membatasi pengukuran dengan dalih batas ijin HPPK bendungan Ameroro” Beber Warga Tawarotebota.
” Dengan segala daya dan upaya serta tanpa menghitung dampak yang akan terjadi yang akan menyeret banyak pihak yang memainkan proses pengukuran ini, maka kami akan menempuh berbagai jalur hukum” Pungkasnya lagi.
Dikatakan warga, bahwa proses pengukuran terkesan di kondisika karena kata mereka ( pemilik lahan red ), ada titik yang rendah tetapi dinilai tim pengukur tidak terdampak, sementara banyak titik yang posisinya lebih di tinggi justru masuk dalam ukuran terdampak.
” Kami merasa pengukuran ini di kondisika, karena saat kami mengikuti tim, banyak justru posisi rendah tidak masuk dampak, sementara dibeberapa titik yang posisinya lebih tinggi justru masuk. Kejanggalan lainnya juga terlihat seperti contoh, ada sekitar satu hektar milik warga dan hanya masuk sekitar 30 meter yang terdampak, artinya ada 70 meter tidak terdampak, sementara lahan diatas sisa 70 meter dari 1 Ha tersebut banyak masuk titik terdampak genangan. Kan aneh , masa air seperti modelnya lumba lumba bisa loncat, dimana mana itu air pasti rata permukaannya” Beber Warga.
Warga menambah, bahwa dua perusahaan yang selaku pelaksana kegiatan termasuk didalamnya pemasangan penanda pita merah adalah, PT. Hutama Karya (HK), dan PT. Wijaya Karya (Wika).
Saat di mintai keterangannya Adnan tim BWS mengatakan bahwa pihaknya bekerja berdasarkan SK Kementerian Kehutanan dan IPPKH sehingga pita merah yang terpasang tidak bisa dianggap sebagai acuan, Adnan mengaku tidak mengetahui siap yang memasang pita dan plan di titik tersebut karena kata dia titik pita merah itu tidak masuk dalam titik genangan. Ditanya soal apakah jika pihak perusahaan HK yang memasang, berarti pihak yang memasang itu tidak profesional, Adnan menjawab dirinya tidak mengetahui pihak mana yang memasang pita merah tersebut dan tetap kukuh bahwa timnya mengukur atas dasar SK Kementerian Kehutanan dan IPPKH.
Untuk meminta keterangan dari statement Adnan tersebut, media ini kemudian bertanya jika dirinya memang sudah melakukan tugas sesuai SK Kementerian Kehutanan dan HPPK, apakah pihak perusahaan HK yang salah memasang pita merah sebagai pedoman pengukuran (jika benar perusahaan yang memasang) jika tidak siapa. Adnan tidak menanggapi dan justru mengatakan bahwa media mengangkat berita sebelumnya tidak ada konfirmasi, padahal dari awal ia coba dikonfirmasi berulang setiap hari, tidak ada jawaban, dan baru menjawab pada Rabu 4 Oktober 2023 (tadi malam).
Pihak Hutama Karya HK yang coba ditemui tim media dan pengacara warga desa Tawarotebota tidak bersedia di konfirmasi dengan alasan yang disampaikan oleh Harson selaku security di post 3.
“Tidak ada orang di kantor, semua lagi Rakornas di pusat, jadi tidak ada bisa ditemui” Kata Harson di post penjagaan, Kamis (05/10/2023).
Selanjutnya tim meminta nomor telepon pihak pihak HK yang bisa dimintai keterangan, Harson kemudian terlihat menelpon seseorang, dan sekitar 2 menit kemudian tim kembali bertanya, ada yang bisa di konfirmasi via telpon,? ” Tidak ada” Kata Harson singkat.
Kuasa Hukum warga desa Tawarotebota menilai bahwa upaya sistematis terus terlihat dari oknum oknum tidak bertanggung jawab karena kata dia, bagaimana mungkin pita yang sudah dipasang selama ini lengkap dengan plant spanduk dianggap tidak masuk dalam titik genangan oleh satgas (tim pengukur),
Lebih lanjut dikatakan bahwa proyek PSN tentu dilaksanakan para kontraktor-kontraktor profesional dan tentu sudah mengetahui titik mana saja yang akan terdampak genangan, sehingga jika tim pengukur BWS menyampaikan bahwa yang terpasang pita tidak masuk titik genangan, maka hal tersebut sangat aneh.
” tidak masuk titik genangan kata tim pengukur, lalu sebenarnya untuk siapa dan apa pita merah dan plant spanduk di pasang di lahan warga. Kan tidak masuk akal sudah dipasang pita cukup lama dengan plan spanduk lalu pada saat pengukuran hari ini Rabu, dikatakan tidak masuk titik genangan” Pungkas Herdi Jaya Ibrahim, SH.
Herdi berharap para penegak hukum untuk melakukan investigasi terkait masalah ini, dan menyandingkan dengan data yang dipegang warga desa Tawarotebota, sehingga persoalan ganti rugi lahan terdampak genangan benar benar sesuai ukuran dan pemilik yang sebenarnya, termasuk harus dibuktikan dasar yang di gunakan pihak yang klaim lahan warga desa Tawarotebota.